Film Dokumenter “17 Surat Cinta” Ungkap Krisis Deforestasi di Kawasan Konservasi Indonesia
Film Dokumenter “17 Surat Cinta”: Menyuarakan Perjuangan Konservasi Hutan Indonesia di Tengah Deforestasi Ilegal
TabloidSelberita – Jakarta, 4 November 2024 – Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa, termasuk ekosistem unik yang menjadi rumah bagi satwa langka seperti badak, gajah, harimau, dan orangutan. Namun, ancaman deforestasi terus membayangi keberlanjutan hutan Indonesia, termasuk kawasan konservasi yang seharusnya terlindungi. Film dokumenter terbaru berjudul “17 Sweet Letters” atau “17 Surat Cinta” menyoroti krisis lingkungan ini, mengajak penonton melihat perjuangan komunitas lokal dan organisasi lingkungan dalam melindungi ekosistem dari kerusakan.
Pemutaran perdana 17 Surat Cinta berlangsung pada 31 Oktober 2024 di Cali, Kolombia, bertepatan dengan Konferensi Para Pihak Konvensi Keanekaragaman Hayati PBB (COP 16). Dokumenter ini disutradarai oleh Ekspedisi Indonesia Baru, bekerja sama dengan organisasi seperti Auriga Nusantara, Forest Watch Indonesia, Yayasan HAkA, Greenpeace Indonesia, dan Pusaka Bentala Rakyat.
Perjuangan Menjaga Hutan Gambut Rawa Singkil
Salah satu kasus utama yang diangkat adalah Suaka Margasatwa (SM) Rawa Singkil di Aceh. Kawasan hutan gambut ini masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser, habitat bagi badak sumatera, harimau, gajah, dan orangutan. Namun, meski termasuk area konservasi paling diproteksi, kegiatan deforestasi ilegal masih marak terjadi di SM Rawa Singkil. 17 Surat Cinta mengungkapkan 17 surat laporan yang diajukan masyarakat sipil kepada Kementerian Kehutanan, melaporkan pengrusakan hutan dan praktik ilegal lainnya yang terus berlangsung.
Menurut Farwiza Farhan, Direktur Yayasan HAkA, deforestasi di SM Rawa Singkil mencerminkan lemahnya penegakan hukum di kawasan konservasi. “Jika pengrusakan ini terus dibiarkan, bukan hanya ekosistem yang terancam, tetapi juga keberlanjutan hidup masyarakat setempat yang bergantung pada hutan ini,” ujarnya.
Menyoal Efektivitas Konservasi di Indonesia
Tragedi deforestasi di Rawa Singkil dan kawasan lain menguatkan temuan yang menyebut penurunan keutuhan kawasan konservasi global, termasuk di Indonesia. Pemerintah telah menunjuk banyak kawasan sebagai konservasi, namun bukti menunjukkan bahwa upaya konservasi oleh masyarakat adat dan komunitas lokal lebih efektif dalam menjaga keanekaragaman hayati. Menurut Mufti Barri dari Forest Watch Indonesia, kerusakan hutan di Indonesia juga mengabaikan hak-hak masyarakat adat yang bergantung pada kelestarian ekosistem.
Deforestasi Meluas di Wilayah Konservasi
Kisah 17 Surat Cinta juga memperlihatkan kondisi Taman Nasional Tesso Nilo di Riau, di mana lebih dari 73% hutan telah hilang sejak ditunjuk sebagai taman nasional pada 2004. Demikian pula, di SM Dangku, Sumatera Selatan, hanya tersisa 23% dari hutan alam aslinya. Ancaman deforestasi juga kian meningkat dalam dua tahun terakhir, dengan hilangnya 12.612 hektare hutan konservasi di tahun 2023. Penyebab utama kerusakan ini adalah izin konversi lahan, termasuk proyek strategis seperti food and energy estate di Papua Selatan.
Arie Rompas, Team Leader Forest Campaigner Greenpeace, menyebutkan bahwa film ini menyuarakan seruan bagi pemerintah untuk menghentikan deforestasi di kawasan konservasi yang seharusnya dilindungi. “17 Surat Cinta adalah panggilan bagi para pihak untuk menanggapi krisis ini dengan tindakan nyata, bukan hanya slogan,” tegasnya.
Tanggapan Terhadap Deforestasi Sistematis di Kawasan Konservasi
Timer Manurung, Ketua Auriga Nusantara, menyesalkan kerusakan hutan yang terus terjadi di kawasan konservasi meski telah dilindungi oleh hukum. Ia juga menyoroti ancaman terhadap 72,6 juta hektare hutan alam yang berada di luar kawasan konservasi, menambahkan bahwa kerusakan hutan di kawasan konservasi saja sudah mengkhawatirkan.
Film 17 Surat Cinta direncanakan untuk diputar di sejumlah kota di Indonesia melalui program nonton bareng dan akan tersedia di YouTube setelah program tersebut selesai. Film ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang urgensi menjaga ekosistem Indonesia dan mendorong pemerintah untuk lebih serius dalam menegakkan perlindungan hutan.
Penutup
Melalui 17 Surat Cinta, penonton diajak untuk merenungkan pentingnya aksi nyata dalam menjaga lingkungan. Dokumenter ini tidak hanya menyoroti masalah deforestasi, namun juga menunjukkan bahwa perlindungan lingkungan adalah tanggung jawab bersama, dan bahwa suara masyarakat adat serta komunitas lokal perlu didengar demi masa depan hutan dan keanekaragaman hayati Indonesia.
Hero