Tabloidseleberita – Terbilang dan memang tidak banyak film nasional yang menyuguhkan foto makanan dan bukan artis pemainnya untuk menarik minat penonton.
Wow…yummy….Coto Vs Konro punya poster yang sangat populis dan menggiurkan, dua jenis makanan khas Bugis Makassar yang sudah kondang seantero negeri dan dunia.
Irham Acho Bahtiar, sutradara berdarah Bugis-Tolaki yang suka angkat Film dengan tema local wisdom khas Indonesia Timur.
Acho begitu kerap ia disapa berhasil usung komedi gokil dan raih banyak penonton produksi MD Pictures, Security Ugal-Ugalan dan lainnya bersama aktris Syahrini. Film pertama di Industri nasional itu Epen Cupen the movie (2015) produksi Rapi Film, sudah tayang di Netflix dengan judul Papua in Love.
Ia memulai kariernya sebagai sineas setelah lulus dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ) pada tahun 2000. Ia memang bercita-cita menjadi sutradara sedari lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) di kota Merauke.
Acho menjelaskan film terbarunya yang diproduksi oleh Duta cahaya utama (DCU) bekerjasama dengan rumah produksi miliknya sendiri yakni Rumah Semut film.
“Kami dulu pernah memproduksi bersama film Molulo dari Kendari yang sukses ditahun 2017. Coto vs Konro sudah syuting sekitar 20 hari seluruhnya dikota Makassar dan raih STLS dari LSF untuk kategori usia 13 penonton. Saya mendapati talenta talenta asli Sulawesi serta kebanyakan komedian antara lain, Zakaribo, Musdalifah, Ichal kate, Anjas chambank, Adit Triyuda , Nielam Amir, Pieter Ell dan juga ada penyanyi dangdut Aty Kodong dan masih banyak lagi termasuk ada juga salah satu selebgram populer asal Makassar yaitu Febby putri Nilam Cahyani,” tandasnya.
Lanjutnya lagi, performa dua pemeran utamanya yakni Luthi Sato dan Almarhum Awaluddin Tahir bermain dengan sangat bagus dan berhasil meyakinkan bahwa untuk menjadi pemeran utama sebuah film ternyata tidak harus selalu dari pemain yang muda muda saja, namun mereka yang sudah berumur pun ternyata mampu membuktikan membuat penonton terpikat dengan performa akting mereka, ” jelasnya.
Coto dan Konro adalah kuliner yang bukan dikenal hanya di Makassar saja tapi di seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke dan juga dunia. Dan faktanya selalu ada juga Warung Coto dan Konro berdampingan.
Tujuan utama film ini tentunya pasti mempromosikan makanan khas Sulsel ini. Dua hidangan ini mempunyai perbedaan tampilan namun sama sama berbahan dasar daging sapi.
Nah inilah kemudian yang menjadi ide dasar Acho dan tim yang ia gagas ide dan skenarionya untuk mempertemukan Coto dengan Konro kedalam sebuah jalinan cerita film yang terlihat seperti sebuah persaingan.
“Selain itu saya juga ingin mengangkat tema tema sederhana yang biasa kita lihat di lingkungan sehari-hari. Bagaimana hal-hal sepele kadang menjadi sesuatu yang heboh. Jika bisanya kita melihat dimana ada warung konro biasanya juga ada menu cotonya begitupun sebaliknya namun di Coto vs Konro kedua menu tersebut akan sulit bersatu. Kenapa? Dan apakah nantinya bisa dipersatukan? Ya nontonlah filmnya untuk mengetahuinya, ” cetusnya sumringah.
Dalam film ini ada banyak sekali pesan inspiratif baik yang secara tersirat maupun yang terlihat jelas dan mudah dipahami oleh siapa saja.
Semua pesan itu dituangkan mulai dari awal ceritanya hingga ke ending sehingga jika disebutkan akan menjadi spoiler.
Ada juga metafora yang Acho gunakan untuk membungkus pesan pesan yang ingin disampaikan. Intinya semua pesannya cukup nanti dirasakan saja oleh penonton secara langsung.
Ceritanya di Kota Makassar, “Coto Haji Matto” milik Haji Matto (Luthfi Sato) walau kecil namun sangat terkenal dan ramai dengan pengunjung apalagi khasnya menggunakan racikan resep turun temurun dari nenek moyangnya yang tak ada samanya dengan coto yang
lain.
Suatu hari, datanglah Daeng Sangkala (Awaluddin Tahir) yang berniat untuk
membeli warung “Coto Haji Matto” dan berniat merenovasi serta mengembangkannya menjadi bisnis franchise Yang besar. Haji Matto yang idealis menolaknya dengan keras
dan langsung mengusir Daeng Sangkala dari warungnya.
Beberapa minggu kemudian, Daeng Sangkala kembali bersama istrinya Lina (Aty Kodong) dan anak anaknya membuka Restoran makanan Konro khas Makassar yang bernama ” Konro Daeng Sangkala” Letaknya tepat di bekas ruko kosong yang
berhadapan langsung dengan warung Haji Matto. Menerapkan strategi promosi yang
gencar dan pelayanan maksimal dengan merekrut Rustam ( Pieter Ell) seorang Manajer dan Konsultan yang berpengalaman meski sedikit licik.
Lama kelamaan manuver Konro Daeng Sangkala berhasil membuat pelanggan setia Haji Matto berpindah ke Daeng
Sangkala. Perseteruan keduanya semakin memanas seiring anak mereka Rizal ( Adit
Triyuda) dan Sara ( Nielam Amir) yang mulai saling mendekat meskipun Rizal
sebenarnya punya misi khusus dari Daeng Sangkala
Reporter : Hero
Editor : NM